You are here : Home
/ Fakta
/ 'Kapal Nuh' dan 11 Tahun Tsunami Aceh
Sabtu, 26 Desember 2015
'Kapal Nuh' dan 11 Tahun Tsunami Aceh
Sebuah kapal ikan tanpa kendali melaju menghampiri puluhan penduduk Desa Lampulo, Banda Aceh.
Hingga kapal sepanjang 30 meter tersebut akhirnya bertengger di atap
rumah milik warga bernama Basyariah -- tempat di mana mereka berada.
Kedatangannya bak mukjizat. Warga lalu naik ke atas kapal dan 'sembunyi' dari air bah yang menenggelamkan Bumi Serambi Mekah.
11 tahun lalu tsunami menggulung Aceh.
Semua luluh lantak, lebih dari dua ratus ribu nyawa berjatuhan. Tapi
Saiful Yusri (62) dan 30 warga desanya termasuk yang beruntung. Bahtera
itu menyelamatkan mereka.
26 Desember 2004, hari itu gempa bumi bawah laut 9,1 Skala Richter
(SR) mengguncang Samudera Hindia di lepas pantai Sumatera Utara,
Indonesia. Dampak gempa itu begitu kuat sampai 1.200 kilometer dari
pusat gempa, hingga mencapai Alaska.
Gempa dahsyat itu memicu
tsunami mematikan. Tsunami menyapu sejumlah pantai di Samudera Hindia
hingga ketinggian 30 meter. Termasuk Aceh.
Gempa dan tsunami Aceh 2004 (Mirror)'Bahtera Nuh'
Hari Minggu 11 tahun silam itu,
Saiful bersama istri dan anaknya sedang berada di rumah saat gempa
tiba-tiba menguncang Bumi. Saat itu warga berhamburan keluar rumah.
Ketika
mereka masih dibuat syok dengan goncangan gempa besar itu, tiba-tiba
gelombang hitam dengan cepatnya datang dan menghempas permukiman warga.
"Saat
itu semua warga panik dan berlarian dikejar gelombang tsunami, saya,
istri, dan anak-anak saya terhempas air gelombang hingga terdampar di
rumah Ibu Basyariah, dan kami naik ke lantai dua," kata Saiful Yusri di
Banda Aceh, Sabtu (26/12/2015).
Namun air terus memenuhi rumah
lantai dua itu hingga hampir mencapai atap. Karena terdesak, seorang
warga mencoba membuka seng atap rumah itu. Lalu ke 30 warga yang berada
di rumah itu naik ke atap.
"Saat itu kami sudah pasrah, satu sama lain sudah bersalam memohon maaf, yang ada di benak kami dunia sudah kiamat," ujar dia.
Tsunami Aceh 2004 (AFP)
Namun, sambung Saiful, ketika dirinya telah benar-benar pasrah, tiba-tiba pertolongan itu datang.
Sebuah
kapal ikan datang menghampiri mereka dengan kecepatan tak terkendali.
Hingga bahtera tanpa kendali itu akhirnya terhenti di atap rumah
tersebut.
Warga pun naik ke kapal. Saat itulah, mereka menemukan seorang awak kapal yang sedang tertidur lelap di sana.
"Selain
kami 30 orang warga di sini, ternyata di atas kapal ada satu orang yang
awak kapal sedang tertidur lelap. Begitu mengetahui kapalnya sudah
berpindah dari pinggir pantai ke atap rumah warga, ia langsung panik dan
terdiam," tutur Saiful.
Berkat pertolongan kapal ikan itu ketiga
puluh warga dan awaknya selamat. Kini kapal tersebut diberi nama 'Kapal
Nuh di atap rumah warga'.
11 tahun kemudian, kini saban hari Saiful ada di Kapal Nuh yang telah dijadikan salah satu situs tsunami
itu. Saiful dengan setia mendampingi para wisatawan yang datang ke
lokasi dan menceritakan kisah kapal pertolongan itu hingga bisa
bertengger di atap rumah warga.
"Saya melakukannya dengan ikhlas
tanpa mengharapkan imbalan. Kapal ini telah menolong saya, dan saya
bercerita agar pengunjung mendapat hikmah tersendiri untuk kehidupannya
setelah berkunjung ke sini," ujar Saiful. [sumber news.liputan6.com]